Tuesday, 30 December 2014

Aceh Smart City Seminar IT Nasional Banda Aceh

Komunikasi gratis tanpa batas, atau juga kita bisa bilang gratis sms telponan dan sebagainya. Sudah Saat nya masyarakat Merdeka atau bebas dalam hal komunikai. Dalam hal ini Sagoe.net dan berserta Komunitas IT yang ada di aceh Membuat sebuah acara yang di adakan pada tanggal 25 januari 2015 di Aceh. Acara Ini dihadiri Oleh Pakar Telematika Indonesia yaitu "Onno W. Purbo" dan masalah yang akan di bahas yaitu Open BTS "Komunikasi Gratis Tanpa Batas"
Yang mau Mendaftar Silahkan Kunjungi www.sagoe.net

Apa itu Open BTS?

OpenBTS (Open Source Base Transceiver Station) adalah sebuah BTS GSM berbasis software open source, yang memungkinkan handphone GSM untuk menelepon tanpa menggunakan jaringan operator selular. OpenBTS dikenal sebagai implementasi open source pertama dari protokol standard industri GSM.
Untuk daya pancar 100mW, perkiraan harga sekitar Rp. 15-25 juta / buah, jauh di bawah BTS Selular biasa yang biasanya dalam orde ratusan juta hingga beberapa Milyard rupiah.
Ketakutan utama biasanya bukan di teknologi tapi justru di regulasi (menyedihkan memang).

Apakah Open BTS itu Ilegall?

Heran, regulator di Indonesia itu naif apa zalim ya? Sampai berani bilang sebuah teknologi yang sifatnya netral sebagai barang ilegal. Ibarat pisau, apakah pisau ilegal? jelas pisau bukan barang ilegal kan? Hal yang sama dengan OpenBTS, ini adalah sebuah teknologi bahkan bisa digunakan oleh Operator selular biasa. Lho kok disebut ilegal?
Akibat pernyataan seperti itu lumayan fatal dan membuat kita miris, seperti,
Beberapa mahasiswa takut tugas akhir OpenBTS karena takut di tangkap aparat barangkali?
Beberapa dosen di perguruan MELARANG mahasiswa-nya untuk tugas akhir OpenBTS.
Bisa jadi kalau kebablasan ini dibiarkan, bukan mustahil lama kelamaan bangsa ini jadi bodoh karena teknologi "break through" mungkin akan di anggap Najis & Haram!
Mungkin kebanyakan Regulator, komentarnya tidak jauh dari “Rakyat WAJIB tunduk peraturan, WAJIB minta ijin, WAJIB bayar pajak, WAJIB punya lisensi, WAJIB A, WAJIB B, WAJIB C diluar itu ILEGAL”. Tidak banyak regulator yang memberdayakan, seperti, “Rakyat HAK anda menjadi pandai, HAK memperoleh informasi, HAK akses telekomunikasi, HAK A, HAK B, HAK C”. Lebih keren lagi kalau Regulator berani bicara, “Silahkan kami di tuntut kalau tidak bisa memenuhi HAK ASASI MANUSIA dan HAK RAKYAT”.

Aturan Buatan Manusia Bukan TUHAN

Yang lebih mengerikan lagi, Regulator di Indonesia sering kali melihat "aturan" seperti sesuatu yang fix yang dibuat oleh TUHAN. Aturan adalah harga mati, tidak bisa di tawar dengan alasan ini di atur secara internasional dll.
Yang lebih menyedihkan lagi, sering sekali Regulator BERSEMBUNYI di balik aturan, ini terutama terjadi saat debat publik (terus terang saya paling sebel kalau debat dengan birokrat / regulator model ini). Seakan-akan aturan itu SESUATU sekali.
Padahal kenyataan hidup di dunia ini
  • Aturan itu buatan manusia, tidak ada buatan manusia yang sempurna.
  • Aturan biasanya dibuat untuk tujuan tertentu. Tujuan tersebut belum tentu berpihak pada rakyat banyak, kadang lebih berpihak pada operato / investor / pendapatan negara.
  • Aturan karena keterbatasan asumsi & pengetahuan pembuatnya, bisa salah dengan berjalannya waktu.
  • Aturan itu di jamin cepat kadaluarsa apalagi di dunia teknologi yang perkembangannya demikian cepat,
  • Aturan BISA berubah dan diubah oleh kita, contoh Kisah Pembebasan Frekuensi 2.4GHz di Indonesia.
Biasanya seorang teknokrat (bukan birokrat) & negarawan yang baik akan tanggap terhadap perubahan ini supaya bisa semaksimal mungkin dapat di eksploitasi manfaatnya bagi kesejahteraan bangsa. Hanya saja, nampaknya, kebanyakan pemegang pemerintahan hari ini bukan kategori ini.

 

Sunday, 28 December 2014

SMA Bunga Bangsa Galang Dana Untuk Korban Banjir Aceh Timur

Puluhan Siswa berasal dari sekolah Bunga Bangsa  Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan  Raya melakukan penggalangan dana di Desa Alue Bilie, untuk korban banjir di daerah pantai timur yang dalam beberapa waktu ini mengalami banjir yang sangat parah diakibatkan hujan deras. Minggu 28 Desember 2014.

Kordinator lapangan (korlap)  Ikram Maulidi, dalam aksi pengalangan dana ini kita membagi lokasi di tiga titik , tepatnya depan Koramil, depan Bank Bpd Aceh dan depan SMP1 Alue Bilie. 

"Ini juga merupakan Aksi keprihatinan dan kepedulian  kita terhadap musibah yang menimpa saudara kita di Aceh Timur yang sampai memakan korban, kalau bukan kita siapa lagi yang membantu", Ujarnya.

Pengalangan dana ini juga dapat membangkitkan rasa sosial siswa – siswa yang lain  yang ada di Aceh, ini juga membutuhkan peran Guru yang begitu penting untuk membentuk karakter siswa kedepannya.

Semoga dana yang terkumpul dapat meringankan beban saudara  disana.

Friday, 26 December 2014

10 Tahun Tsunami Masyarakat Ramaikan Siron


Ratusan masyarakat Aceh mengelar doa dan zikir bersama di kuburan Masal Siron Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Jum’at 26 Desember 2014.
Acara ini dalam rangka memperingati 10 tahun Tsunami, yang terjadi pada Minggu 26 desember 2004 yang lalu.
Kuburan Masal siron ini merupakan korban gempa dan Tsunami pada tahun 2004 yang lalu yang melanda Aceh, Tercatat sebanyak 46.718 jiwa korban gempa dan Tsunami ada di kuburan masal Siron ini.
Berbagai kalangan hadir dalam memberikan doa pada korban gempa dan Tsunami di kuburan masal ini ,baik dari sanak keluarga ,kerabat dan hadir berbagai wartawan nasional dan internasional untuk meliput secara live acara 10 tahun Tsunami ini.

Himas FKIP Unsyiah Doa Bersama

Himpunan Mahasiswa Sejarah (Himas) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah, melakukan zikir dan Doa bersama dalam rangka memperingati 10 tahun Tsunami Aceh di Kuburan Masal Siron, kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar, senin 26 Desember 2014.

Kepala Bidang Humas Himpunan Mahasiswa Sejarah, Maisal Gusri Daulay sebagai ketua panitia acara zikir dan doa bersama ini mengatakan sebanyak 20 (dua puluh) mahasiswa sejarah ikut berpatisipasi pada acara ini, mareka berasal dari berbagai daerah yang sebagaiannya juga pernah merasakan keganasan Tsunami pada 26 Desember 2004 yang lalu.

Beliau juga menambahkan, Negara luar saja sangat peduli  akan Aceh tapi masyarakat sendiri tidak maksimal menjaganya khususnya kaula Muda Aceh, yang sebenarnya Aceh kental dengan keIslamannya.

Kegiatan ini selain untuk mendoakan korban yang terkena musibah dan mengenang peristiwa tersebut sebagai renungan untuk dijadikan pelajaran kedepan juga untuk mempererat silaturahmi antara sesama mahasiswa Sejarah.

Ketua umum Himas Geubrina Riski F mengatakan kegiatan zikir dan doa bersama ini dipimpin oleh Tgk Nufus yang juga alumni dari pendidikan Sejarah.
”Harapanya kedepan doa bersama ini bukan saja dilakukan oleh masyarakat pada hari peringatan Tsunami, tapi kalau bisa rutin dilaksanakan dan juga fasilitas – fasilitas pada kuburan masal juga harusnya di tambah lebih banyak lagi,” Ujarnya dalam wawancara.

Sepuluh tahun sudah cukup untuk Aceh meratapi akan keganasan Tsunami, sekarang mari kita bangkit dan melanjutkan kehidupan dengan menjadikan Tsunami sebagai pelajaran akan teguran tuhan untuk manusia itu memang ada.

Dengan adanya zikir dan doa berama ini diharapkan kita masyarakat Aceh tidak pernah melupakan Tsunami sebagai sejarah besar yang pernah terjadi di Aceh dan juga dapat diambil hikmah sebagai pelajaran kedepan.


Fahzian Aldevan

Wednesday, 24 December 2014

3.929 TNI-Polri Amankan Kunjungan JK di Aceh

                                                                       Kedatangan Wakil Presiden Jusuf Kalla ke Aceh menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin peringatan 10 tahun tsunami, mendapat pengamanan ketat aparat. 

Sebanyak 3.929 TNI-Polri dikerahkan untuk mengamankan JK selama dua hari di sana. 

Wakil Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda, Letkol Budi Haryono mengatakan, personel diterjunkan terdiri dari 2.493 TNI Angkatan Darat, 66 TNI Angkatan Laut, 170 TNI Angkatan Udara dan 1.200 Polri. "Total semua ada 3.929 personel.

”katanya kepada wartawan di Banda Aceh, Rabu (24/12/2014). Kendaraan taktis militer, seperti anoa, baracuda hingga water canon ikut dikerahkan. “Pasukan sniper juga ada sudah kita siapkan dari masing-masing kesatuan, dari TNI ada dari Polri juga ada,” ujarnya. 

Dia menambahkan, pengamanan dilakukan tiga lapis, ring pertama oleh Paspampres, ring kedua dan ketiga ditangani Kodam Iskandar Muda. 

Adapun sasaran pengaman selain jalur dilewati JK, juga Hotel Hermes Palace sebagai penginapannya selama di Banda Aceh. Selanjutnya, lokasi acara yakni Lapangan Blang Padang dan Masjid Raya Baiturrahman. Lokasi tersebut akan segera disterilkan. 

Budi mengaku tidak ada jalan yang ditutup pada hari H kunjungan JK. Pasukan pengamanan sudah dipersiapkan sejak dua hari lalu. JK dijadwalkan tiba di Aceh, Kamis, 25 Desember sore besok melalui Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar. Malamnya dia diagendakan mengikuti zikir dan doa bersama 10 tahun tsunami di Masjid Raya Baiturrahman. 

JK bakal memimpin upacara refleksi tsunami di Lapangan Blang Pada. Budi mengatakan, pihaknya bersama Humas Pemerintah Aceh sedang menyeleksi para jurnalis yang akan meliput langsung upacara peringatan 10 tahun tsunami tersebut. “Wartawan media asing yang mau meliput harus melapor dulu ke Kementerian Luar Negeri, kalau media lokal dan nasional cukup kasih salinan surat tugas dari redaksi saja ke kami,” sebutnya.

sumber: okezone.com 
editor : fahzian aldevan

Banjir Kembali Porak-Porandakan Aceh

Jakarta - Bencana banjir terjadi di 7 Kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di Aceh Timur, banjir membuat Jalan Banda Aceh-Medan tak bisa dilalui sejak Selasa (23/12) kemarin. Hanya truk atau kendaraan besar yang bisa lewat.

"Di Jalan Banda Aceh-Medan nggak bisa dilewati mobil. Kalau lewat mogok. Ojek tenggelam, yang bisa lewat cuma truk atau bus," kata salah seorang warga Khairatul Ulya (24), saat dihubungi, Rabu (24/12/2014).

Khairatul Ulya atau disapa Lia tinggal di Kecamatan Peureulak, Aceh Timur dekat Jalan Banda Aceh-Medan. Menurutnya, jalan besar yang menghubungkan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara itu tergenang banjir terjadi sejak Selasa (23/12) kemarin.

"Di samping jalan banjirnya lebih tinggi, sedada," ujar wanita yang bekerja di Puskesmas itu.

Menurut Lia, banjir di Peureulak sudah terjadi sejak Senin (22/12) akibat luapan Sungai Peureulak juga intensitas hujan yang tinggi dan tak kunjung berhenti. Sungai yang meluap itu merendam Jalan Banda Aceh-Medan sehingga tak bisa dilewati.

"Kemarin sudah surut. Tadi malam pukul 02.00 WIB mulai tinggi lagi, lebih parah dari yang kemarin. Hujan 24 jam nggak berhenti, sekarang ya masih hujan," ucapnya pukul 20.15 WIB.

"Warga rata-rata mengungsi ke masjid atau rumah saudara, ada juga rumah sakit. Saya alhamdulillah nggak ngungsi. Tinggi se-paha tapi ada tingkat dua," ucapnya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, merilis ada 7 kabupaten di Aceh yang terendam banjir sejak Minggu (21/12). Banjir merendam 73 kecamatan di 7 kabupaten yaitu Kab. Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Selatan, Pidie, Lhokseumawe, dan Banda Aceh.

Daerah yang parah terendam banjir adalah di Aceh Timur dan Aceh Utara yang mencapai tinggi 50-400 cm. Data sementara yang dihimpun oleh BPBD, jumlah pengungsi mencapai 120.966 jiwa atau 20.570 KK.


SUMBER: Detik.com









Benarkah Hikayat Aceh Sudah Mati?

Bermula dari membaca berita meninggalnya Syeh Rih Krueng Raya, maka tergeraklah semangat saya untuk mencetak hikayat-hikayat yang telah saya alihkan dari huruf Arab Jawoe ke aksara Latin. Berita itu dimuat dalam Harian Serambi Indonesia, 16 April 1997 halaman 3.
Syeh Rih Krueng Raya adalah penyair Hikayat Aceh terkenal,dan saya salah seorang pengagum beliau. Kegiatan menyalin hikayat Aceh ke huruf Latin memang sudah sejak tahun 1992 saya lakoni. Hal ini terkait Harian Serambi Indonesia yang saat itu sedang memuat Hikayat Aceh setiap hari secara bersambung. Pemuatan hikayat oleh koran itu berlangsung pada awal 1992 sampai akhir tahun 1994. Dari 12 judul hikayat yang sempat dimuat koran itu, tujuh (7) judul diantaranya adalah hasil alih aksara saya. Ketujuh hikayat Aceh itu ialah: (1) Hikayat Meudeuhak; (2) Hikayat Nasruwan Ade, (3) Hikayat Abunawah, (4) Hikayat Banta Keumari(5) Hikayat Aulia Tujoh, (6) Hikayat Tajussalatin, dan (7) Hikayat Zulkarnaini.
Bila dihitung jumlah hari pemuatannya, berarti hampir seribu hari/tiga tahun lebih Harian Serambi Indonesia telah memuat hasil kegiatan alih aksara hikayat yang saya kerjakan. Walaupun ditahun 1995 hikayat tidak dimuat lagi dalam koran, namun karena sudah mencintai/ketagihan; saya terus melanjutkan kerja alih aksara hikayat dari satu judul ke judul lainnya.
Judul-judul dan ringkasan isi dari Hikayat-Nadham-Tambeh dan naskah Jawoe yang telah saya salin dari Arab Melayu/Jawoe ke huruf Latin dari tahun 1992 sampai 2009 sebagai berikut : (1) Hikayat Meudeuhak : Keberhasilan seseorang pemimpin/Raja turut ditentukan oleh para penasihatnya namun sang pemimpin perlu selalu menguji kesetiaan mereka (434 halaman) ,(2) Hikayat Banta Keumari: Sikap saling membantu dalam perjuangan hidup akan menghasilkan kebahagiaan bersama (650 halaman), (3) Hikayat Tajussalatin: Tajussalatin = mahkota raja-raja. Membicarakan sejumlah pedoman bagi para pemimpin. Ditulis pertama dalam bentuk prosa, bahasa Melayu oleh Bukhari Al Juhari tahun 1603 M. Tahun 1937 atas anjuran Uleebalang Keumangan,Pidie disusun ke bentuk Hikayat Aceh (420 halaman), (4) Hikayat Aulia Tujoh: Mengisahkan tentang tujuh orang pemuda yang melawan seorang penguasa yang zalim. Begitu angkuhnya raja ini sampai-sampai mengakui dirinya sebagai Tuhan (54 halaman), (5) Hikayat Kisason Hiyawan: Kisason Hiyawan merupakan kisah sejumlah hewan/binatang. Kehidupan ini penuh dengan teka-teki, tipu muslihat dan saling bersaing. Oleh karena itu perlu hati-hati dan waspada dalam setiap tindakan. Di beberapa tempat di Aceh, naskah ini diberi nama Hikayat Nasruwan Ade Hikayat ini berjiwa lingkungan hidup (176 halaman),
(6) Hikayat Gomtala Syah: Kisah monyet raksasa yang berasal dari manusia. Intinya menceritakan kesetiaan sang monyet membela kepentingan pamannya. Hikayat ini bernuansa lingkungan hidup (548 halaman), (7) Hikayat Keumala Indra: Keberhasilan menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, akan memperlancar kehidupan. Tokoh ceritanya berasal dari Turki (594 halaman), (8)Hikayat Nabi Yusuf: Penderitaan yang disertai kesabaran-ketabhan, akan mewujudkan kemenangan. Sementara kedengkian dan iri hati akan menerima rugi dan kekalahan. Naskahnya sudah cukup tua yang berasal dari kecamatan Titeue, Pidie (281 halaman), (9) Hikayat Abu Nawah: Setiap pemimpin /raja harus tahan menerima kritik. Kritikan itu perlu dikemas dalam dua bentuk, yaitu bentuk halus dan tajam/keras (301 halaman), (10) Hikayat Zulkarnaini: Kisah Iskandar Zulkainaini dan Nabi Khaidir/Hidhir ini menyebut asal usul nama Aceh dengan sebutan Pulo Ruja( bekas kain serban Sultan Iskandar Zulkarnani). Dan setiap kedengkian akan menerima balasan Tuhan (226 halaman),
(11) Hikayat Akhbarul Karim: Menjelaskan mengenai Ilmu Fiqh, Tasawuf dan Ilmu Tauhid. Hikayat ini juga mengandung nasihat-nasehat agar umat Islam melaksanakan syari’at Islam secara kaffah. Pengarang Hikayat Akhbarul Karim digelar Teungku Seumatang. Tapi masih diperdebatkan apakah beliau asal Geudong-Aceh Utara atau dari Busu dan Gampong Cot,Pidie(139 halaman), (12) Nadham Akhbarul Hakim: Berisi nasihat dan kritikan tajam terhadap ummat Islam dalam segala umur, yaitu remaja, orang dewasa,dan kakek-nenek. Kritik disebut secara lantang/pedas dan kadang-kadang lucu. Terkesan, sebagian isi naskah ini dikutip dari bagian akhir Tambeh Tujoh Blah. (81 halaman), (13) Tambeh Tujoh: Tambeh (Arab adalah tanbihi, artinya peringatann/tuntunan). Berisi tujuh masalah/ 7 bab. Dua bab di antaranya termasuk masalah yang amat langka dibahas dalam syair/hikayat Aceh, yaitu masalah kerangka tubuh manusia dan Ilmu Ketabiban/kedokteran . Karya ini ditulis tahun 1208 H oleh Syekh Abdussalam(155 halaman), (14) Tambeh 95: Berisi 95 masalah/bab, terdiri dari nasihat, pelajaran Ilmu Agama, Ilmu Tasawuf, contoh-contoh yang bermanfaat; demi kedamaian di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Tambeh ini diterjemahkan dari bahasa Arab tahun 1248 H oleh Syekh Jalaluddin alias Teungku Di Lam Gut (catatan: nama asli dari naskah ini ialah Tambihul Ghafilin, yang baru saya ketahui baru-baru ini) (623 halaman), (15) Nadham Ruba’I: Membahas banyak hal masalah ajaran Islam namun secara ringkas (serba-serbi Agama Islam). Naskah ini tidak lengkap lagi (31 halaman),
(16) Nadham Nasihat: Nasihat-nasihat mengenai pentingnya Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan (34 halaman), (17) Hikayat Nabi Meucuko: Kisah pencukuran rambut Nabi Muhammad SAW yang dilakukan Malaikat Jibril (20 halaman), (18) Hikayat Qaulur Ridwan: Qaulur Ridwan ialah perkataan yang disenangi/ridha Tuhan. Hikayat ini ditulis dalam bentuk cerpen yang mengajak orang mau mengerjakan Shalat, kisahnya diramu dengan muatan local. Hikayat ini ditulis Syekh Abdussalam tahun 1220 H (18 halaman), (19) Tambeh Tuhfatul Ikhwan: Menjelaskan 12 bab masalah agama dan kemasyarakatan. Tuhfatul Ikhwan = persembahan kepada sahabat/saudara. Tambeh ini diterjemahkan Syekh Abdussalam tahun 1224 H (294 halaman), (20) Tambeh Tujoh Blah (Karya Syekh Abdussamad alias Teungku Di Cucum. Bahwa  beliau sebagai pengarang kitab ini, ‘secara kebetulan’ baru saya ketahui hari Jum’at siang, 10 Ramadhan 1434 H/19 Juli 2013, ketika saya membaca satu bait Tambeh 17 yang berbunyi:”Bahkeu dumnan adab guree, Le kadilee lon hareutoe/Lam hikayat Akhbarul Na’im,Keudeh Polem kalon keudroe!”. Bait terakhir bab ke 7 Tambeh Tujoh Blah itu menyebutkan, bahwa pengarang Tambeh 17 sama dengan penulis kitab Akhbarul  Na’im. Sementara pengarang kitab Akhbarul Na’im adalah Syekh Abdussamad  atau Teungku Di Cucum. Saya menjadi sangat ingat dengan Akhbarul Na’im serta penulisnya Teungku Di Cucum, karena pada malam Makmeugang Puasa, 9  Juli  2013  yang lalu baru saja berlangsung pembacaan “Nadham Teungku Dicucum”  oleh Tgk. Ismail alias Cut ‘E  di Bale Tambeh halaman rumah saya. Nadham Tgk. Dicucum adalah nama lain atau nama populer  bagi kitab Akhbarul Na’im). : Berisi 17 bab, yang membahas masalah hubungan dengan Allah, hubungan sesama Manusia dan dengan binatang/Lingkungan hidup. Tambeh 17 termasuk salah satu kitab tambeh yang sangat populer di Aceh (Pidie?) pada masa tempo dulu Tambeh ini ditulis tahun 1306 H (236 halaman),
(21) Hikayat Banta Amat: Kisah seorang anak Raja yang yatim sejak kecil. Negeri dan semua kekayaan di rampas Pamannya. Berkat ‘azimat’ yang diberikan Raja Ular ia berhasil menjadi Raja kembali. Hikayat ini berjiwa lingkungan hidup (318 halaman), (22) Nadham Mikrajus Shalat: Membahas seluk-beluk shalat serta yang berkaitan dengannya dalam bentuk nadham Aceh. Nadham ini ditulis Teungku Sulaiman Abdullah, Lala-Andeue, Pidie (41 halaman), (23) Cuplikan: Hikayat Indra Bangsawan: Mengisahkan kehidupan dua orang Putra Raja yang berjuang menemukan permintaan Ayah mereka. Ternyata yang paling menderita; dialah yang mencapai kemenangan dan menjadi Raja menggantikan sang Ayah (79 halaman), (24) Kitab Qawai’idul Islam: Dalam sebutan masyarakat tempo dulu naskah ini dinamakan “Kitab Bakeumeunan” ; menjelaskan mengenai Ilmu Tauhid (Ilmu Kalam) secara panjang lebar dan mendalam. Keistimewaan kitab ini ditulis dalam bahasa Aceh. Selain Bahasa Aceh, bahasa pengantar naskah ini juga menggunakan bahasa Melayu serta bahasa Arab. Pada umumnya bentuk penulisan bahasa Aceh adalah dalam jenis syair/puisi secara bersanjak, tapi kitab ini bahasa Acehnya dalam bentuk prosa (28 halaman), (25) Tambeh Gohna Nan: Naskah ini ditulis dalam bentuk penyampaian “wasiat dari seorang Ayah kepada anaknya”. Inti wasiat sang Ayah supaya si Anak mengamalkan kehidupan ‘suluk dan tarikat’ yang amat berkembang di Aceh pada akhir zaman. Kitab ini ditulis kira-kira pada masa awal Perang Aceh-Belanda.Tambeh ini ditulis Syekh Abdussamad alias Teungku Di Cucum, Aceh Besar Naskah ini belum diberi nama oleh pengarang, karena itu saya berilah judul sementara “Tambeh Gohna Nan” (175 halaman),
(26) Adat Aceh: Berisi adat/tradisi dan protokoler Kerajaan Aceh sejak masa Sultan Iskandar Muda. Sesungguhnya, inilah yang disebut dalam sepotong pribahasa Aceh: “Adat bak Poteumereuhom Hukom Bak Syiahkuala” (162 halaman), (27) Tazkirah Thabaqat: Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu berbentuk prosa. Isinya menjelaskan tentang susunan tata pemerintahan Kesultanan Aceh sejak jabatan Geuchik sampai sultan Aceh. Naskah ini ditulis tahun 947 H pada masa Sultan ’Alaiddin Mahmud ‘Abdul Qahar ’Ali Riayat Syah dan terus-menerus direvisi oleh sultan-sultan Aceh sesudahnya. Penyalin/revisi terakhir dilakukan Sayed Abdullah Jamalullail alias Teungku Di Mulek atas anjuran Sultan Ibrahim Mansur Syah tahun 1270 H, yakni 20 tahun sebelum perang Belanda-Aceh tahun 1290 H (115 halaman), (28) Resep Obat Orang Aceh: Cuplikan/saduran dari kitab obat Tajul Muluk karya Haji Ismail Aceh yang ditulis atas perintah Sultan Aceh Ibrahim Mansur Syah. Judul “Resep Obat Orang Aceh” hanyalah pemberian saya,karena berupa cuplikan (55 halaman), (29) Hikayat Malem Dagang: Menceritakan pelayaran Sultan Iskandar Muda bersama pasukannya menyerang Raja Si Ujut di Malaka. Raja si Ujut adalah lambang dari bangsa Portugis yang telah menjajah Malaka sejak tahun 1511 M(163 halaman), (30) Hikayat Nabi Yusuf : Isi ringkasnya tidak jauh berbeda dari Hikayat Nabi Yusuf versi Pidie tersebut di atas, namun ditulis mengikut selera novel moderen. Dalam hal percintaan Siti Zalikha misalnya, sengaja tak saya salin beberapa kalimat karena ’lucahnya’. Naskah Arab Jawoe berasal dari kabupaten Nagan Raya, selesai ditulis tahun 1980(230 halaman). Maka dari 30 judul naskah yang telah disalin ke huruf Latin berjumlah 6680 halaman.
Kita kembali ke pokok pembahasan!. Bahwa sebelum membaca berita berpulangnya Syeh Rih Krueng Raya, yang meninggal Jum’at, 12 April 1997 dalam usia 62 tahun; niat mencetak hikayat itu memang pernah muncul dalam pikiran saya, tetapi selalu padam kembali. Pendorong utama untuk mencetak hikayat adalah Drs. Ameer Hamzah, yang ketika itu sebagai Redaktur Budaya Harian Serambi Indonesia.
Namun semua ajakan itu yang selalu disampaikan setiap ketemu; hanya tertanam di hati. Saat itu saya berpikir logis, bahwa hikayat tidak mempunyai “pasaran” lagi di Aceh. Jadi, kalau saya mengeluarkan dana untuk mencetak hikayat berarti saya telah berperilaku “meuwot lam bruek ruhueng”(masak bubur dalam tempurung berlobang). Alias melulu rugi!. Kalau pun disebut Toke hanyalah sebatas “Toke gambang alias Tukang gambe”, yang bermakna pedagang miskin!.
Akibat dorongan Drs. Ameer Hamzah yang tak pernah “absen”, pernah juga saya mendatangi beberapa percetakan di Banda Aceh. Drs. Ameer Hamzah berujar; kalau saya tak menerbitkan hikayat-hikayat itu, dikala tua saya akan menyesal tidak melakukannya!. Begitu pula dengan saran UU.Hamidy, seorang pakar Hikayat Aceh asal Universitas Riau,Pekanbaru dalam surat beliau 26 September 1996, yang mendorong mencetak karya-karya saya. “Sediakan dana barang sejuta, dan cetak karya Anda yang kira-kira paling digemari masyarakat”, demikian pesan UU.Hamidy yang pernah setahun penuh meneliti hikayat di Aceh tahun 1974. Saat menyurati saya itu UU.Hamidy sendiri telah menerbitkan 35 judul buku tentang budaya Melayu-Riau dan sekarang sudah 60 judul jumlahnya.
Di tahun 1995, yang mula-mula saya pilih adalah sebuah perrcetakan di kampus Darusslam. Dalam pikiran saya, keren juga nanti bila hikayat saya terpampang nama percetakan kampus!. Dan sekaligus ikut mempopulerkan nama kampus Darussalam ke pelosok-pelosok kampung. Naskah yang hendak saya cetak saat itu adalah Hikayat Akhbarul Karim Namun apa daya, ongkos cetaknya di luar kemampuan kantong saya, dan mesti dibayar tunai sekaligus senilai Rp. 1200000(satu juta dua ratus ribu rupiah). Akibat ketiadaan modal, terhambat pula angan-angan saya hendak mencetak hikayat. Dan saat itu perhitungan untung-rugi masih menjadi acuan utama saya dalam “berdagang” hikayat tersebut.
Namun, setelah membaca berita duka itu sikap saya berubah total. Perhitungan untung-rugi dalam ‘bisnis’ hikayat serta-merta tenggelam dan memunculkan cita-cita melestarikan Hikayat Aceh agar tidak ditelan zaman. Paling kurang tersambunglah kembali rentangan tali penerbitan hikayat yang “sudah putus” setelah Syeh Rih Krueng Raya berpulang ke alam baqa. Paling lama setahun-dualah, pikir saya waktu itu.
Tindakan spontanitas itu saya mulai dengan mengumpulkan hikayat-hikayat karya Syeh Rih Krueng Raya yang masih dijual di toko-toko buku. Sebelumnya, saya memang sudah memiliki dua judul, yaitu Kisah Nasib Aneuk Meuntui yang saya beli di pasar Kotabakti,Pidie tahun 1971 sepulang sekolah dari SMP Beureunuen pada hari Senin yang merupakan uroe gantoe . Satu lagi Hikayat Golongan Karya terbitan 1977 yang saya peroleh di Yogyakarta tahun 1987. Dengan ditemani Azhari, seorang mahasiswa FKIP Unsyiah -, famili yang tinggal bersama saya; – sekarang Guru SMA Negeri Pekanbaro – Lampoh Saka, Pidie;  berkelilinglah saya ke semua toko buku di Banda Aceh. Hasilnya adalah beberapa judul hikayat yang diterbitkan pada tahun-tahun yang berbeda, yaitu Fitnah Bak Matuan(1993), Tapeugot Nanggroe(Aceh Rayek-1994), Beusapeue Pakat(1996), Laksamana Keumala Hayati(1996) dan Ie Mata dalam Gurita(1996). Hanya itulah koleksi hikayat Syeh Rih Krueng Raya yang saya miliki sampai hari in. Padahal karya beliau puluhan judul jumlahnya; yang entah dimana sekarang berada(?).
Berbekal nasehat UU.Hamidy, saya pilihlah Hikayat Akhbarul Karim menjadi hikayat cetakan pertama saya sebaga “Toke Hikayat”. Hikayat Akhbarul Karim adalah karya ‘hikayat agama’yang masih populer dibaca orang sampai akhir tahun 60-an. Percetakan yang saya pilih yaitu KUD.Rahmat yang terletak di kawasan Peniti, Banda Aceh yang dikelola Pak Adi. Ada tiga hal yang mendorong saya memilih percetakan ini, yakni (1) Ongkos cetak murah, (2) Boleh bayar cicilan, dan (3) Mau diantarkannya ke Toko Buku sebagai barang titipan saya. Masalah murahnya ongkos cetak betul-betul menggembirakan saya. Betapa tidak,seperti tersebut di atas di tahun 1995 saya telah mencoba cetak Hikayat Akhbarul Karim di percetakan kampus Darussalam,te tapi batal karena ongkosnya di luar kemampuan saya. Walau sudah berselang dua tahun(1997), namun ongkos cetaknya hanya Rp.600.000,-(enam ratus ribu rupiah) dan boleh bayar cicilan(bacut-bacut). Tetapi yang terjadi kemudian adalah penerbitan Hikayat Akhbarul Karim dalam dua jilid itu didanai percetakan. Setiap jilid dicetak 1000 eksemplar buku saku. Sebagai uang jerih-payah alih aksara kepada saya diberi “honor” Rp.25000,-(duapuluh lima ribu rupiah). Uang itu segera saya pakai buat bayar iklan bagi hikayat itu pada media “Gema Baiturrahman”.
Mungkin Anda heran; kenapa saya yang membayar ongkos iklan, padahal buku-buku hikayat tersebut sudah menjadi milik orang lain!. Jawaban logis memang tak ada, tapi begitulah setrategi dagang ‘Toke hikayat’. Selain itu, saya pun sudah berkali-kali gagal dalam berurusan dengan hasil alih aksara Hikayat Akhbarul Karim ini. Pertama, gagal/batal dimuat pada sebuah koran lokal, yang semula dijanjikan sehingga saya bekerja menyalin naskahnya ke huruf Latin. Kedua, gagal dicetak oleh pimpinan koran lokal itu sebagai usaha pribadi. Ketiga, batal dicetak dengan dana sebuah Toko Buku yang telah dijanjikan pimpinannya. Barulah pada kali keempat saya menang atas bantuan percetakan itu!.
Alhamdulillah, niat menyambung usaha Syeh Rih Krueng Raya sudah terwujud!. Masih tahun 1997, dengan selang dua-tiga bulan setiap judul ;saya pun mencetak Hikayat Aulia Tujoh,Nadham Akhbarul Hakim dan Hikayat Meucuko Nabi Muhammad Saw. Masing-masing judul dicetak 1000 buah buku saku dengan dana sendiri yang dibayar secara cicilan. Sebelum Hikayat Aulia tujoh selesai dicetak, saya berkelil;ing ke Toko-toko Buku menawarkan titipan hikayat. Sebagian menolak dengan alasan takut tidak laku, tetapi ada pula yang menerima.Pemilik toko buku yang menerima ini,ternyata sejak lama sudah menjual hikayat dan kadang-kadang menjadi sponsor dana untuk mencetak hikayat, khususnya hikayat/nadham tipis berisi kasidah-Like Aceh yang mudah terjual. Maka diantarlah oleh karyawan Pak Adi/KUD.Rahmat buku-buku hikayat ke toko-toko buku tersebut.
Tidak lah semua buku hikayat diantarkan ke toko buku. Biasanya antara 50 sampai 100 eksemplar saya ambil sendiri. Hikayat-hikayat ini, nantinya saya “hadiahkan” kepada teman-taulan saya. Beberapa sekolah, fakultas, dan pustaka di kampus Darussalam dan Tungkop mulai TK sampai Pasca Sarjana sering saya hadiahkan hikayat-hikayat itu.Karena yang saya gunakan strategi ‘bisnis modern‘, maka iklan pun saya pasang lagi pada buletin “Gema Baiturrahman“ Mesjid Raya Banda Aceh dengan dana Rp.25000(duapuluh lima ribu rupiah) untuk tiga kali terbit. Hanya saja gemar “berhadiah-hadiah” itu; mungkin yang berlawanan dengan sifat pedagang sebenarnya!.
Setelah setahun, saya pun mengumpulkan uang hasil penjualan buku-buku hikayat. Ternyata hasilnya amat jauh dari harapan. Karena itu pada tahun 1998 hanya Hikayat Abunawah jilid I yang dapat saya cetak. Jumlah cetakan pun saya kurangi dari 1000 ke 500 buku perjilid,begitu pula buat seterusnya. Hikayat-hikayat yang saya cetak selanjutnya adalah: Hikayat Lingkongan Udep Wajeb Tajaga(karya sendiri-1999), Abunawah II(2000). Pada tahun 2000 sebuah iklan saya pasang di Radio Rapa-I Aceh-Lambaro untuk 3 kali siar. Tahun kedua buku hikayat lebih banyak laku; karena itu pada tahun 2001 lebih banyak hikayat dapat saya cetak, yakni: Hikayat Wajeb Tasayang Binatang Langka, Hikayat Binatang Ubit Kadit Lam Donya(keduanya karya sendiri),Hikayat Kisason Hiyawan II,II,Hikayat Banta Amat I,II, dan Hikayat Meudeuhak I,II. Saya buat berjilid agar mudah pemasarannya,dan setiap jilid rata-rata 60 halaman. Buku ukuran saku ini berisi enam bait setiap halaman.
Jumlah toko buku yang menampung titipan hikayat bertambah dua lagi tahun 2002 di Banda Aceh. Di tahun ini juga saya pasang iklan hikayat di koran Aceh Ekspres. Pada tahun 2003 tambah satu toko buku di kampus Darussalam. Tapi akibat tidak satu buku hikayat pun laku, maka setelah setahun saya ambil kembali, dan habis saya bagi-bagikan kepada kenalan. Pertengahan tahun 2004,sebuah toko buku mengembalikan semua titipan hikayat saya dengan alasan sukar dipasarkan. Hikayat satu kardus besar itu saya hadiahkan kepada Lembaga Bahasa Banda Aceh; dengan pesan agar dihadiahkan lagi kepada pihak lain. Akhirnya, semua hikayat ini dibagi-bagikan kepada para peserta Seminar Budaya Pekan Kebudayaan Aceh(PKA IV) tahun 2004 itu di ACC Dayan Dawod kampus Darussalam.
Musibah/Bala Ie Beuna/tsunami,26 Desember 2004 telah mendatangkan bencana dahsyat bagi “bisnis hikayat” saya. Semangat melestarikan hikayat nyaris mati, namun bisa bangkit kembali pada ujung tahun 2005. Tetapi saya lagi-lagi mengalami hambatan. Hikayat-hikayat yang sudah saya salin dari huruf Arab Jawoe ke huruf Latin hanyalah ketikan mesin Tik biasa, karena itu bila hendak dicetak perlu disalin ulang dengan komputer.
Selama ini tugas salin ke komputer dilakukan Pak Adi (asal Jawa Tengah) yang sejak beberapa tahun lalu sudah memiliki usaha percetakan milik sendiri, yakni UD.Selamat Sejahtera yang juga terletak di kawasan Peniti, Banda Aceh. Karena Pak Adi sedang sakit, maka usaha saya pun terhambat. Sukar memang mencari usaha komputer milik orang Aceh yang mau menyalin bahasa Aceh. ”Menyalin bahasa Aceh lebih sukar dari bahasa Inggris!”, begitu alasan mereka. Namun, setelah lama dicari ketemu juga tempat pengetikan komputer tersebut. Tapi banyak pula yang dilakukan Pak Adi sendiri.
Naskah yang akan dicetak adalah Tambeh Tujoh Blah, yakni tujuh belas peringatan/nasehat yang terkait agama Islam. Kitab tambeh ini terbagi tiga jilid.
Jilid I dicetak pada ujung tahun 2006, yang ongkos cetaknya saya bayar dengan honor mengajar di jurusan ekstensi semester itu. Honor mengajar semester depannya dibayar bertahap/tidak serentak, maka tertundalah niat mencetak jilid kedua. Begitulah, jilid II dan III Tambeh Tujoh Blah berhasil dicetak pada akhir semester tahun ajaran 2008
dengan honor mengajar dua semester di tahun itu.
Timbul pula persoalan saat dilakukan penitipan ke toko-toko buku.Pemilik KUD Selamat Sejahtera, saat itu dipimpin Ibu Jasmani,isteri Pak Adi(Pak Adi alias Tgk.H.Siswadi Asnawi sudah meninggal pada 22 Nopember 2006). Ibu Jasmani memberitahukan saya, bahwa ada toko buku yang menolak titipan hikayat.Setelah saya cek, jelaslah alasan mereka menolak karena amat minim lakunya. Sebenarnya, selama ini pada toko buku itulah yang paling banyak saya titipkan hikayat. Apa hendak dikata,kondisi sudah berubah dan pemilik toko buku pun sudah berganti generasi pemiliknya. Pada awal September 2008, ketika saya datangi toko buku lainnya; pemiliknya yang baru berganti juga memberitahukan agar saya tidak menitipkan hikayat banyak-banyak.” Maksimal 20 buah buku setiap judul”,katanya.
Menanggapi keluhan-keluham itu, saya pun mengambil sikap, yaitu memutuskan berhenti sebagai Toke Hikayat yang sudah saya jalani selama sebelas tahun. Akhirnya, semua hikayat saya tarik dari toko-toko buku, dan saya kumpulkan di Percetakan UD. Selamat Sejahtera. Sesudah saya bagi-bagikan dalam tujuh kotak kardus, maka saya hadiahkanlah kepada enam lembaga yang memiliki perpustakaan di Banda Aceh,yakni  1)Pustaka  Sekolah  Menulis Dokarim, 2) Pustaka Ali Hasjmy, 3) Pustaka Aceh Culture Institute, 4) Pustaka Balai Bahasa, 5) Pustaka Wilayah, dan 6) Pustaka Induk Unsyiah, yaitu tiga milik negeri dan tiga lembaga milik swasta. Sementara satu kotak kardus saya ambil sendiri sebagai dokomentasi dan “bungong jaroe” Toke Hikayat bagi sahabat dan kenalan baru saya.
T.A. Sakti
#Peminat budaya dan sastra Aceh
{Catatan kemudian: Naskah transliterasi no. 26 dan 27, yakni ADAT ACEH dan TAZKIRAH THABAQAT perlu saya beri sedikit penjelasan. Bahwa kedua naskah ini merupakan naskah andalan,unggulan, harapan dan kebanggaan saya. Hal ini karena di dalamnya banyak mengandung unsur sejarah Aceh, terutama bidang sejarah ketatanegaraan termasuk undang-undang. Bidang ini amat saya gemari, sehingga di kuliah pun saya memilih jurusan HUKUM TATANEGARA dan ILMU SEJARAH.
Oleh hal demikian, saya amat mengharapkan kedua naskah alih aksara ini dapat segera tercetak menjadi buku. Berbagai cara telah saya tempuh  demi tercapainya tujuan itu. Sejumlah tokoh dan lembaga telah saya dekati, baik lewat surat, proposal atau langsung bertemu muka. Surat/proposal – buat semua hasil alih aksara – berjumlah 82 sedangkan menjumpai “tokoh”  tentu lebih seratusan. Namun, upaya saya masih sia-sia, sementara naskah Adat Aceh dan Tazkirah Thabaqat belum tercetak juwa!. Alhamdulillah, saya belum menyerah. Timbul ide di benak saya untuk memberikan fotokopi kedua naskah itu kepada pribadi-prabadi yang saya percaya amat mencintai peradaban Melayu Aceh. Saya berharap, agar lewat beliau-beliau yang berpengaruh itu, dua buku muatan lokal itu cepat terwujud.

SUMBER: TA SAKTI

Tuesday, 23 December 2014

Pelatihan Jurnalistik Ipelmasdam



IPELMASDAM MENGGELAR PELATIHAN JURNALISTIK DI AULA BARU

Ikatan Pelajar Mahasiswa Darul Makmur (IPELMASDAM) menggelar acara pengenalan Jurnalistik di aula asrama putra Ipelmasdam Lamgugop, Banda Aceh pada hari minggu 21 Desember 2014.

Acara yang dihadiri oleh puluhan Mahasiswa dan Mahasiswi yang berasal dari Kecamatan Darul Makmur ini berlangsung dengan lancar . Ini di buktikan dengan semangat dan partisipasinya yang ditunjukan langsung pada saat acara tersebut.

Pemateri dari Wartawan senior Detak Unsyiah, Miswar S.pd mengatakan kegiatan Jurnalistik ini sangat bagus dilaksanakan mengingat saat ini pada umumnya di Aceh yang khususnya di Darul Makmur sendiri begitu minim dengan pasokan kegiatan seperti ini (baca—jurnaslistik) atau menulis.

Beliau juga menambahkan dari kalangan remaja khususnya Mahasiswa tanpa mereka sadari bahwasannya mereka itu memiliki tiga media bahkan lebih. Baik itu Facebook, Twitter dan Instagram.

Ketua Ipelmasdam Satria Zulkarnaein, menyatakan acara pengenalan Jurnalistik ini harus Sistematis dimulai dari dasar-dasarnya terlebih dahulu agar mahasiswa tertarik dan mencoba untuk menekuni kegiatan tersebut.

Hampir rata-rata mahasiswa sekarang yang memiliki alat elektronik komunikasi seperti Laptop, smartphone canggih dan lainnya, tidak ada salahnya jika kita mencoba untuk melakukan acara ini lebih dari sekali. Ujar ketua Ipelmasdam Satria Zulkarnaein pada saat acara tersebut.

Acara pengenalan Jurnalistik ini juga salah satu program dari bidang Humas Ipelmasdam dan sekalian untuk memperkenalkan website ini.

Ipelmasdam beserta team Jurnalis meminta dengan sangat kepada kawan mahasiswa yang tergabung ke dalam keanggotaan Ipelmasdam untuk bersedia mengelola dan mengisi beberapa berita atau pun artikel ke dalamnya.

Ini juga merupakan acara perdana yang di laksanakan di Aula Ipelmasdam setelah di resmikan beberapa waktu yang lalu.

Laporan: Fahzian Aldevan


Monday, 22 December 2014

Peusijuk Mahasiswa Baru Darul Makmur

 

 

Ipelmasdam adalah sebuah panguyuban mahasiswa yang berasal dari Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya

Ikatan Pelajar Mahasiswa Darul Makmur (ipelmasdam) menggelar peusijuek mahasiswa baru, Minggu 19 Oktober 2014. Kegiatan ini bertempat di Pantai Lampuuk, Kabupaten Aceh Besar.

“Acara ini bertujuan untuk mengikat silaturahmi antara mahasiswa baru dengan mahasiswa lama,” kata Ketua Panitia Yazi Rahmadi, melalui siaran persnya, Minggu malam.

walaupun momen peusijuk ini yang pertama dilaksanakan, kata dia, tapi diharapkan menjadi sebuah kegiatan yang wajib dilaksanakan setiap tahunnya.

“Sebuah adat yang tidak bisa ditinggalkan,” ujarnya lagi.[] Laporan Aji Nagan

 

 

Sumber: Atjehpost.co/



 

 

Ipelmasdam adalah sebuah panguyuban mahasiswa yang berasal dari Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. - See more at: http://atjehpost.co/m/read/13203/Ipelmasdam-Peusijuek-Mahasiswa-Baru#sthash.2eHIyvWI.dpuf

Ipelmasdam adalah sebuah panguyuban mahasiswa yang berasal dari Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya. - See more at: http://atjehpost.co/m/read/13203/Ipelmasdam-Peusijuek-Mahasiswa-Baru#sthash.2eHIyvWI.dpuf